Saturday, August 29, 2009

Malaysia Black List 19 Agen TKI dan 4096 Majikan

Malaysia Black List 19 Agen TKI dan 4096 Majikan

KESRA--4 JULI: Kasus penganiayaan Ceriyati membawa hikmah baik bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia. Akibat kasus itu, Pemerintah Malaysia mencabut izin operasi sebuah agen pengalur, serta mencabut sementara 19 agen lainnya.

"Selain itu, ada 4.096 majikan yang juga masuk black list tidak boleh mempekerjakan TKI untuk pembantu rumah tangga. Itu dilakukan setelah Pemerintah Indonesia mendesakkan sejumlah fakta penganiayaan,'' kata Atase Ketenagakerjaan Kedubes Indonesia di Kualalumpur Teguh Hendro Cahyono, Selasa (3/7).

Didampingi Kepala Biro Penerangan Kedubes Eka Suripto, dia mengatakan kasus Ceriyati memang semakin membuka mata hati Pemerintah Malaysia untuk lebih memperhatikan tenaga kerja sektor informal tersebut. Sebab jumlahnya lebih dominan dibandingkan tenaga formal.

''Ini kemajuan yang luar biasa, sebab beratus-ratus kasus terjadi, tidak pernah menggoyahkan opini publik di Malaysia tentang perlakuan kejam mereka kepada PRT. Namun ternyata kasus ini lain. Ini menjadi momentum berbenah bagi mereka dalam menangani kasus tenaga kerja informal,'' kata Eka.

Dihubungi di sela-sela sosialisasi bekerja aman di Malaysia, yang dilaksanakan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Karanganyar, Eka mengatakan tidak saja mem-black list sejumlah agen dan majikan. Pemerintah Malaysia juga akan membuat undang-undang yang mengatur tenaga kerja informal.

''Selama ini yang sudah diatur tenaga kerja formal. Nah, PRT tidak ada, karena itu wajar kalau tidak pernah mendapatkan perlindungan sepadan. Ini sudah maksimal desakan dari Pemerintah Indonesia melalui Kedubes RI di Kualalumpur.''

Karena itu, Pemerintah Indonesia berharap undang-undang yang mengatur sektor informal itu segera bisa diselesaikan. Jika aturan itu sudah ada, diyakini kasus penganiayaan PRT akan semakin kecil.

''Memang, kita tidak bisa mengatur kapan undang-undang itu diselesaikan. Ibaratnya UU soal traficking yang baru selesai dibahas dan diundangkan dua tahun, nantinya juga seperti itu. Tapi adanya itikad membuat UU itu sudah cukup maju,'' kata dia.

Tentang bebasnya majikan Ceriyati dari jeratan hukum, Eka mengatakan, yang sebenarnya terjadi bukan dibebaskan. Namun menurut perundangan di Malaysia, seseorang yang didakwa menganiaya diperbolehkan memperoleh pembebasan (tahanan kota) setelah tujuh hari dipenjara. Tentu dengan sejumlah uang jaminan.

''Itu bisa terjadi, dan kita tidak bisa apa-apa, karena begitulah undang-undang yang ada di sana. Namun majikan itu tidak bebas. Malah dia termasuk yang diblack list tidak boleh mempekerjakan PRT,'' kata dia.

Begitu pula soal komentar Menteri Penerangan Malaysia bahwa kasus penganiayaan TKI hanya tidak sampai 1 % dibandingkan jumlah TKI yang bekerja di Malaysia, Eka bisa memaklumi.

''Yang berkembang memang berita negatif saja. Padahal TKI yang aman-aman saja dan berhasil, jumlahnya jauh lebih besar. Tapi itu sama juga yang terjadi di Malaysia."

"Berita meningkatnya kriminalitas juga dituduhkan kepada TKI sebagai penyebab. Padahal setelah didata, dari 43.000 kasus dalam setahun, yang dilakukan warga asing hanya 2.600, di antaranya dari Indonesia. Itu juag yang ditonjolkan media Malaysia. Jadi kalau mau berimbang, mestinya tidak hanya media Indonesia saja, tapi juga media di Malaysia harus ditertibkan," katanya. (cn/broto)

No comments:

Post a Comment